Jumat, 10 November 2017

Antisipasi Hoax



Antisipasi Hoax: Literasi Informasi Melalui Sinergi Triangulasi


Pemberitaan palsu (hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya (Wikipedia, 2017).
Adanya ketimpangan antara informasi yang diterima dengan keadaan senyatanya dimana ketimpangan tersebut seolah-olah menjadi sebuah kebenaran merupakan hoax. Ketidaksetimbangan yang terjadi pada penerimaan informasi dari sumber tidak dipercaya berdampak pada pembentukan persepsi keliru pada persuader. Kekeliruan ini berakibat bias sektoral dan lebih buruk terjadi pada terganggunya proses transformasi informasi. Sekian banyak berita bertebaran mendulang kepercayaan publik dengan bungkus retorika mengaburkan kejelasan makna. Simpul informasi yang simpang siur mempererat jerat ketidakjelasan kenyataan. Hoax merajut opini imajiner pembaca di lain sisi melambungkan persepsi buatan penyebarnya. Diperlukan kemampuan untuk mendeteksi hoax bagi masyarakat awam pada umumnya serta masyarakat berpendidikan pada khususnya. Mengapa ini menjadi urgensi stakeholder informasi? Tanpa ada kejelasan makna, kita akan diajak berkubang dalam imajinasi yang tak bertepi.
Ketimpangan antara informasi yang diterima dan keadaan senyatanya (hoax) dapat diidentifikasi dengan kemampuan memahami literasi informasi melalui triangulasi sumber yang dapat dipercaya. Klarifikasi langsung dengan pelaku menjadi solusi pertama dalam mengidentifikasi hoax. Informasi yang beredar seringkali kabur terlalu jauh dari penutur pelaku asli. Klarifikasi langsung akan memperjelas posisi informasi yang sebenarnya. Informasi saksi kunci merupakan alternatif kedua dalam mengidentifikasi hoax. Saksi kunci mendapatkan informasi jauh lebih detail dibandingkan dengan penonton berita yang bahkan tidak tahu dimana letak duduk permasalahnnya. Membiasakan membaca sumber terpercaya memperjelas bentuk dari hoax itu sendiri. Sekian banyak sumber yang tidak jelas menjadi pabrik informasi abu-abu yang menyesatkan pencari informasi. Dengan kemampuan literasi yang diperoleh dari sumber terpercaya, pencari informasi akan lebih mudah membedakan antara hoax dan kenyataan.
Hoax tidak hanya sekedar bahaya laten, namun sudah menjadi bahaya nyata yang perlu ditindak sebelum hoax membesar mendistorsi fakta sehingga bermuara pada kegaduhan publik. Memakan mentah-mentah hoax tanpa filter berdampak pada rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara apabila hoax tersebut berkaitan dengan isu politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dampak dari hoax itu sendiri akan menyerupai efek domino dimana ada kaitan antara bidang yang satu dengan bidang yang lain. Hoax mampu mengubah tatanan yang statis menjadi bola liar tak terkendali. Individu awam yang kurang memahami keberadaan hoax mudah terseret arus tanpa menyadari bahwa dirinya berada dalam pengendalian hoax. Gerakan di luar kendali berakibat pada kurang matangnya perhitungan mana yang seharusnya dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Dalam kungkungan tanpa control inilah pengabaian regulasi sering dilakukan untuk sekedar menuruti nafsu yang dikendalikan oleh hoax.
Langkah awal mengantisipasi hoax dimulai dari diri sendiri beserta orang-orang terdekat. Siswa, keluarga, dan kolega menjadi objek terdekat yang perlu diedukasi mengenai hoax beserta bahaya dibelakangnya. Orang-orang terdekat ini diharapkan dapat mengimbaskan kembali kepada orang lain di sekitar mereka, sehingga program edukasi hoax dapat didiseminasikan tanpa kita harus turun tangan langsung pada daerah yang terlalu jauh dari jangkauan. Konsep MLM dapat diadopsi dengan modifikasi bentuk imbalan bagi jaringan, dari bentuk promosi dan orientasi uang menjadi tingkatan yang lebih tinggi, yaitu rasa nyaman dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tanpa terganggu dengan hoax.
Siswa dikenalkan sedari awal mengenai kecerdasan dalam mengklarifikasi langsung terhadap sumber Informasi. Perlu ditekankan pada siswa agar jangan dibiasakan menyebarkan berita sebelum melakukan klarifikasi dengan sumber berita. Klarifikasi ini penting sebagai upaya penangkal hoax. Pemahaman siswa akan melek informasi memudahkan guru mengarahkan siswa serta siswa tidak mengalami kesulitan ketika harus beradaptasi dengan pola hidup baru, di mana segudang informasi sangat mudah didapatkan terlepas dari info kredibel atau tidak.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melakukan klarifikasi langsung dengan pelaku. Menghubungi langsung melalui jaringan pribadi akan memudahkan kita mendapatkan informasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan daripada kita berasumsi dengan logika sendiri. Terlalu beresiko apabila kita mengedepankan ego sektoral, tanpa kita sadari, kita akan tersesat dalam logika kita sendiri. Apabila tidak ada respon, kita dapat mencoba untuk mencari perantara orang yang dipercaya untuk memediasi kita dengan pelaku. Hal ini akan banyak membantu kita mendapatkan informasi yang valid dan kredibel.
Pentingnya informasi dari saksi kunci sangat membantu siswa dan keluarga memahami bagaimana bentuk dan kemunculan hoax. Saksi kunci merupakan orang yang sangat memahami suatu kasus melebihi orang lain. Ketika mendengar sebuah berita, investigasi awal dilakukan dengan mentelaah sumber, penulis berita, serta isi dari berita tersebut. Dari investigasi awal akan diketahui, hasil analisa kualitas tulisan serta kredibilitas sumber informasi. Setidaknya, informasi dari saksi kunci akan banyak membantu dalam mengambil sebuah keputusan antara berbagi informasi dan menyimpan informasi untuk diri sendiri.
Beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan saksi kunci dapat menyitir pendapat Nukman Lutfi (dalam Kominfo, 2017) yaitu: (1) budaya literasi pada masyarakat, (2) menggandeng orang-orang aktif dimedia sosial yang berseberangan dan (3) pembekalan terhadap humas pemerintan mengenai kehidupan media sosial.
Mengembangkan budaya literasi dalam masyarakat akan meningkatkan kemampuan memahami situasi sehingga memunculkan banyak saksi kunci sebagai imbas dari melek informasi dari kegiatan literasi. Orang yang aktif di media sosial dapat dijadikan sebagai saksi kunci dengan beberapa kriteria, salah satunya jumlah dan bobot tulisan yang diproduksi serta sumber yang digunakan sebagai referensi. Pembekalan terhadap humas pemerintah akan menambah akurasi simpulan yang dihasilkan oleh aparatur pemerintah sebagai punggawa keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mencari informasi pada sumber yang tepat perlu dibiasakan sebagai sarana penangkal hoax. Dari sumber terpercaya diperoleh berita yang dapat dipertanggungjawabkan. Sumber terpercaya juga menjanjikan validitas informasi yang tinggi. Siswa diarahkan mencari sumber yang dapat dipercaya untuk konsumsi pribadi maupun niat untuk berbagi informasi dengan orang lain. Hal ini dipicu banyaknya informasi yang simpang siur sehingga menjadikan kebenaran saling tumpang tindih dengan fakta palsu.
Sebelum saya membaca literatur kesehatan perlunya bayi dibedong agar merasa nyaman dan tidak kedinginan, saya mendapatkan informasi bahwa bayi yang tidak dibedong akan membuat kaki bayi tersebut bengkok serta tumbuh tidak normal. Seiring berjalannya waktu, kesadaran menambah kemampuan literasi, serta bertambahnya motivasi untuk meningkatkan kompetensi saya memahami bahwa dibedongnya bayi lebih Karena bertujuan untuk menjaga suhu tubuh bayi serta melindunginya dari udara yang dingin.
Akhirnya, kesadaran meningkatkan kemampuan literasi dan motivasi meningkatkan kompetensi diri menjadi urgensi generasi saat ini agar tidak terombang-ambing oleh berita yang belum jelas. Diakui ataupun tidak, berita abu-abu akan memudahkan oknum yang tidak bertanggungjawab memperkeruh situasi yang mungkin akan berdampak buruk pada lingkungan sekitar.

Daftar Pustaka

Wikipedia. 2017. Pemberitaan Palsu. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/ pemberitaan _palsu pada 30 Oktober 2017

Kominfo. 2017. Antisipasi Hoax, Pemerintah Petakan Masalah Komunikasi. Diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/8709/antisipasi-hoax-pemerintah-petakan-masalah-komunikasi/0/berita_satker pada 30 Oktober 2017

 

Jumat, 13 Oktober 2017

PENGELOLAAN SANITASI DI SEKOLAH DASAR

PENGELOLAAN SANITASI DI SEKOLAH DASAR
Biofiltrasi Sumur Endapan dan Cluster Lapangan

Oleh:
Kiftirul ‘Aziz
Staf Pengajar SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang

1.      Latar Belakang
Sanitasi menjadi sebuah keharusan dalam sisi kehidupan manusia. Segala bentuk aktivitas manusia ditopang oleh sanitasi yang baik. Acapkali mobilitas suatu elemen masyarakat tetap berjalan meskipun pada sekian banyak tempat di beberapa wilayah mempunyai sanitasi kurang memadai. Konsekuensinya, kualitas dari mobilitas tersebut kurang maksimal dan belum tercapainya keseimbangan antar setiap komponen.
Sanitasi pada Sekolah Dasar Negeri Kedungsari 5 yang menjadi salah satu sekolah favorit di kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, ini menjadi masalah laten yang menyita perhatian stakeholder satuan pendidikan tersebut. Hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah serta dewan guru, luas lapangan belum memenuhi standar dan belum tersedianya pengolahan limbah air.
Pengolahan limbah air dalam bentuk ideal dengan saluran yang menuju sumur-sumur endapan dapat mengurangi permasalahan pembuangan sisa air bekas pakai warga sekolah. Tempat pengolahan limbah ini dapat diletakkan pada lahan strategis di lingkungan sekolah yang sekiranya aman serta dapat mendukung proses filtrasi air kotor menjadi air layak resap.
Pemberlakuan jadwal istirahat kelas atas kelas bawah dengan menghindari benturan jadwal antar dua sekolah yang berada dalam satu komplek merupakan alternatif tindakan praktis untuk meminimalisir persoalan yang berkaitan dengan luas lapangan belum memenuhi standar sanitasi. Hal ini berkaitan dengan ruang bermain anak yang dibatasi gedung sekolah dan pemukiman penduduk.
Selain berbiaya murah serta tidak terlampau sulit, tindakan pembuatan sumur endapan dirasa paling efektif dan tidak mengganggu proses belajar mengajar. Pembuatan sumur endapan dapat dikelola oleh petugas taman dan kebersihan sekolah. Kepala sekolah dan dewan guru bisa fokus pada tupoksi dengan tetap memantau proses pengolahan limbah air tersebut, sehingga, kegiatan belajar mengajar tidak terganggu dan standar sanitasi dapat tercapai.
Penambahan lahan sekolah, meskipun bukan hal yang mustahil, namun kecil kemungkinan dapat dilakukan. Selain faktor letak sekolah yang berada di daerah pemukiman padat penduduk, anggaran besar serta kerjasama dengan banyak pihak yang terkait akan menguras energi sekolah, alih-alih memperlancar, dikhawatirkan akan menjadi resisten dalam proses belajar mengajar. Pemberlakuan jadwal istirahat kelas menjadi solusi yang sesuai untuk kekurangan lahan bermain sekolah.
Penulisan artikel ilmiah ini dilandasi atas keprihatinan penulis terhadap sanitasi yang ada di Sekolah Dasar Negeri Kedungsari 5. Dengan alternatif solusi yang muncul dalam kajian ini, penulis berharap ada perbaikan sistem sanitasi sehingga pencapaian standar minimal mutu pendidikan dapat tercapai yang pada akhirnya peningkatan kualitas proses belajar mengajar sampai pada tahap yang optimal.
Pembahasan dilakukan atas dasar kajian penulis melalui pengamatan/observasi terhadap objek artikel ilmiah serta wawancara dengan stakeholder internal sekolah. Hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan selanjutnya dibahas dari sudut pandang teoritis sebagai perbandingan. Tinjauan teoritis sebagai perbandingan dan analisa deskripsi dari gejala berdasarkan pengamatan merupakan metode pembahasan dalam menarik kesimpulan.
Hasil dari observasi dan wawancara dengan stakeholder internal memberikan jalan keluar atas masalah sanitasi yang ada di lingkungan SD Negeri Kedungsari 5. Solusi muncul melalui proses brainstorming antara penulis dengan stakeholder internal serta kolaborasi data observasi dengan kajian teori yang memunculkan alternatif pengolahan limbah cair dan pengaturan jadwal istirahat yang berbiaya murah.

2.      Permasalahan
Sanitasi yang kurang memadai perlu disikapi dengan bijak agar tercapai standar maksimal dengan tujuan mencapai proses pembelajaran yang baik. Tidak ada sarana pengolahan limbah air berdampak pada kualitas air yang diserap oleh tanah di sekitar lingkungan sekolah. Dampak dari hal ini adalah sirkulasi air yang kembali dikonsumsi oleh warga sekolah. Dalam kurun waktu ke depan, tanah-tanah yang menampung polutan air akan tercemar sehingga memengaruhi kualitas air tanah yang dihasilkan. Perbandingan yang kurang ideal antara lebar tempat bermain dan jumlah siswa ditambah dengan status SD komplek menambah kurangnya ruang gerak siswa di dalam sekolah. Perlu adanya antisipasi kurang idealnya luas tempat bermain agar tercapai proses pembelajaran yang efektif. Atas dasar itu, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a.      Apa batasan sanitasi dari tinjauan teori?
b.      Sejauh mana gambaran sanitasi ditinjau dari sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang?
c.      Faktor-faktor internal dan eksternal manakah yang paling menunjang tercapainya sanitasi yang baik?
d.      Bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dalam memberdayakan sarana dan prasarana untuk mencapai kualitas sanitasi yang maksimum?

3.      Pembahasan
a.    Sanitasi
Sanitasi dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkan serta menciptakan suatu keadaan yang layak di bidang kesehatan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 1264). Usaha tersebut dilaksanakan oleh individu maupun sekelompok manusia yang menghendaki pelaksanaan pola hidup sehat di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dilakukan atas dasar pemenuhan kebutuan manusia dalam bidang kesehatan.
Sanitasi merupakan perilaku yang dilakukan dengan sengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan tujuan mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran sebagai usaha dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Wikipedia, 2017). Budaya hidup bersih menjadi sebuah keharusan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia serta eksistensi peradaban.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sanitasi merupakan usaha sadar oleh individu maupun sekelompok manusia dalam pembudayaan dan menumbuhkan pola hidup bersih sebagai usaha menjaga, meningkatkan, serta menciptakan keadaan yang layak di bidang kesehatan.

b.    Gambaran Sanitasi Ditinjau dari Sarana dan Prasarana yang Dimiliki oleh SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang
SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang terletak di jalan A. Yani nomor 154 Kota Magelang. Berada satu komplek dengan SD Negeri Kedungsari 1. Sebelah timur dibatasi dengan jalan utama Magelang-Semarang. Sebelah barat dan utara dibatasi pemukiman penduduk. Sebelah selatan jalan penghubung kelurahan. Sekolah ini memiliki pekarangan dengan luas 246 m² dan memiliki bangunan dengan luas 975 m². Halaman sekolah dengan luas 925 m² digunakan bersama dengan SD Negeri Kedungsari 1 yang berada dalam satu komplek.
Dalam jam istirahat pertama, sebanyak 426 siswa SD Negeri Kedungsari 5 beserta sekitar 189 siswa SD Negeri Kedungsari 1 berada pada zona waktu dan kegiatan  yang sama. Sekitar 600 siswa akan menggunakan lapangan seluas 925 m² dalam waktu yang hampir bersamaan. Situasi ideal sekolah yang sesuai dengan standar sarana dan prasarana yaitu memenuhi rasio minimum luas tempat bermain/berolahraga 3 m²/peserta didik (Permendiknas No 24 Tahun 2007). Dengan lapangan seluas 925 m² dibagi jumlah siswa sebanyak 600, masing-masing siswa akan mendapat lahan sekitar 1,5 m². Hal ini jauh dari kata ideal ditinjau dari standar sarana dan prasarana.  
Di sekeliling kelas dan kantor SD Negeri Kedungsari terdapat saluran air yang bermuara pada saluran induk di luar sekolah. Saluran tersebut mengarah ke arah barat di mana daerah tersebut lebih rendah dari posisi SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang. Dari sekian banyak saluran tersebut, belum ada satupun yang mengarah ke sumur endapan di lingkungan sekolah, dikarenakan sekolah belum menyiapkan sumur endapan sebagai media pengolahan limbah air. Semua air bekas dibuang langsung menuju saluran tanpa ada tindakan yang bisa mengubah kualitas air bekas tersebut.

c.     Faktor Internal dan Eksternal Dalam Menunjang Tercapainya Sanitasi yang Baik
Turun tangan langsung dari seluruh warga sekolah menjadi faktor internal yang paling menunjang tercapainya sanitasi sekolah yang baik. Kepedulian setiap warga sekolah merupakan penentu keberlangsungan proses pembelajaran di sekolah. Kedisiplinan dalam hal waktu istirahat yang dibagi berdasarkan jenjang kelas dalam rangka pencapaian 3 m²/anak akan berpengaruh signifikan dalam upaya mencapai program sekolah untuk sanitasi yang baik.
Kepedulian pemangku kebijakan sebagai stakeholder eksternal merupakan prediktor yang berkonstribusi dengan prosentase terbesar untuk menunjang tercapainya sanitasi sekolah yang baik. Kerjasama lintas bidang antar kepala dinas sebagai salah satu stakeholder eksternal dapat membantu sekolah mengurai masalah peningkatan mutu sanitasi. Sumur endapan dapat terwujud lebih cepat dengan adanya kerjasama antara dinas pendidikan dan dinas yang berkecimpung dalam bidang lingkungan hidup maupun kesehatan lingkungan.
Hal ini diperkuat oleh Tilaar (2006: 95) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu usaha membangun bergantung pada kualitas dari pelaksana program itu sendiri. Kualitas tersebut tidak hanya dari sisi kemampuan, akan tetapi kualitas komitmen serta pengikatan diri terhadap tugas juga menjadi bagian penting dalam usaha pencapaian tujuan dengan pelaksanaan program yang sesuai rencana.
  
d.    Upaya Sekolah Dalam Memberdayakan Sarana dan Prasarana Untuk Mencapai Kualitas Sanitasi yang Maksimum
1)    Pengolahan Limbah Air
Perlu adanya sumur buatan untuk mengendapkan limbah cair sebagai upaya tindakan mengolah sisa air yang dihasilkan selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anggaran yang terlalu besar dapat disikapi dengan pembuatan sumur endapan alternatif berbiaya murah melalui modifikasi botol air mineral bekas berbantuan pasir, kerikil, kain, dan arang yang dinamakan botol penyaringan. Botol-botol tersebut diletakkan di dalam sumur-sumur endapan yang telah disiapkan pada titik-titik strategis dalam lingkungan sekolah.
Media botol air mineral bekas berbantuan pasir, kerikil, kain, dan arang diharapkan dapat menjadi media dan lingkungan yang optimal bagi bakteri dari golongan pengurai amonia. Bakteri ini akan membantu mengurangi amonia (senyawa yang dapat merusak kesehatan) dari dalam air. Modifikasi filter biologi diharapkan mampu menjadi solusi baik bagi sistem sanitasi lubang resapan maupun sanitasi sumur endapan.
Pendapat ini diperkuat oleh Soeparman (dalam Jaya, 2014) yang menyatakan bahwa biofiltrasi dengan memanfaatkan kemampuan biologis dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah cair. Filter biologi lebih ramah lingkungan serta lebih murah dibandingkan dengan filter buatan pabrik. Sebelum memasuki sumur endapan, limbah cair akan melalui biofiltrasi yang akan berdampak peningkatan kualitas air.
2)    Luas Lapangan Bermain
Pelaksanaan program pembagian waktu istirahat bagi kelas rendah dan kelas tinggi (cluster lapangan) yang berlaku sama bagi kedua sekolah dalam satu komplek dibutuhkan kerjasama antar kepala satuan pendidikan. SD Negeri Kedungsari 1 dan SD Negeri Kedungsari 5 membuat komitmen bersama sehingga, rasio minimum luas tempat bermain/berolahraga 3 m²/peserta didik dapat tercapai. Hal tersebut berdasarkan dengan data luas lapangan 925 m² dibagi jumlah siswa sebanyak 300 sehingga, masing-masing siswa pada masing-masing kelompok istirahat mendapatkan 3,08 m².
Untuk mendukung program tersebut, SD Negeri Kedungsari 5 dapat menggeser jam literasi bagi kelas tinggi yang biasanya dilaksanakan pada 15 menit sebelum pembelajaran menjadi 15 menit ketika kelas rendah melaksanakan kegiatan istirahat. Hal ini didukung dengan komitmen guru dan siswa dalam melaksanakan program sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

4.      Kesimpulan
Turun tangan langsung dari seluruh warga sekolah dan kepedulian pemangku kebijakan sebagai stakeholder eksternal menjadi penopang sekolah dalam mencapai sistem sanitasi yang baik. Harmonisasi antar elemen sekolah merupakan garansi bagi terpenuhinya setiap indikator sanitasi dalam lingkungan belajar sebagai pendukung terlaksananya proses transformasi. Munculnya jiwa kepemimpinan dari masing-masing stakeholder yang bersedia turun tangan akan berdampak positif bagi ruang lingkup sanitasi di sekolah.
Sejalan dengan pendapat Fattah (2006: 91) yang menyatakan bahwa kekuatan pimpinan, kekuatan bawahan, dan kekuatan situasi menjadi perpaduan serasi dalam meraih gaya kepemimpinan yang baik. Gaya kepemimpinan yang baik tidak hanya mampu mengkritik dan memuji, namun gaya kepemimpinan ideal lebih tertuju pada gerakan turun tangan langsung dari seluruh pemimpin di pos masing-masing.
Sumur buatan untuk mengendapkan limbah cair dengan media botol air mineral bekas berbantuan pasir, kerikil, kain, dan arang diharapkan menjadi filter biologis yang mampu mengurangi kadar amonia dari air sisa yang dihasilkan selama proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. Proses biofiltrasi menjadi penentu kualitas air di sekitar lingkungan sekolah. Semakin banyak filter biologis dibuat diharapkan akan memperbaiki kualitas air dalam siklus hidrologi.
Pemanfaatan barang bekas akan menjadi inspirasi bagi siswa bahwasanya proses modifikasi dapat menghasilkan produk baru yang hasilnya bisa menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini akan memberikan pengalaman hidup bagi siswa sebagai upaya penanaman konsep belajar sepanjang hayat. Dalam proses transformasi di sekolah, siswa diarahkan untuk memelajari pembelajaran berbasis kecakapan hidup yang pada akhirnya nanti menjadi bekal bagi siswa tersebut dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai warga Negara yang baik.
Sejalan dengan Birawa (2007: 279) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan bertujuan untuk memberikan pengalaman bagi siswa sehingga siswa dapat menerapkannya dalam siklus hidup siswa yang bersangkutan dengan pemanfaatan ilmu semaksimal mungkin. Pengalaman siswa dalam proses belajarnya akan banyak memberikan konstribusi yang signifikan pada kehidupan siswa di masa yang akan datang. Pengalaman yang berkesan merupakan salah satu prediktor dalam peningkatan mutu sudut pandang siswa terhadap suatu masalah.
Diperkuat oleh Hayati (2007: 410) yang menyatakan bahwa strategi penerapan pendidikan lingkungan dikembangkan dengan berawal dari orientasi pengembangan pribadi menuju orientasi pada kehidupan dan alam pekerjaan. Pengembangan pribadi siswa melalui pengalaman yang berkesan berorientasi kepedulian terhadap kesehatan lingkungan merupakan cikal bakal kemampuan siswa berinteraksi dengan lingkungan pekerjaannya. Pemanfaatan sumber daya alam dalam pendidikan lingkungan hidup dengan pengolahan barang bekas menjadi produk yang berguna menjadi instrument efektif dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan berbasis produksi dan pengelolaan limbah.
Pelaksanaan program pembagian waktu istirahat bagi kelas rendah dan kelas tinggi tidak akan berjalan sesuai perencanan apabila kerjasama dan solidaritas antar guru dan siswa kurang terjalin dengan baik. Adanya sikap tolong menolong dengan menghargai waktu melalui pelaksanaan program pembagian waktu istirahat sesuai jadwal akan menunjukkan tinggi rendahnya loyalitas stakeholder terhadap perkembangan sekolah menuju kualitas yang lebih baik.
Senada dengan Sumantri (2007: 262) yang menyatakan bahwa kerjasama, solidaritas, tolong-menolong, dan loyalitas menjadi konsep yang perlu dijunjung untuk mencapai kualitas hidup lebih baik dari hari kemarin. Penerapan konsep kerjasama dan saling membantu antar posisi stakeholder akan mengambil posisi terdepan dalam perwujudan sistem sanitasi yang baik dalam lingkungan sekolah. Loyalitas tanpa batas diiringi motivasi berprestasi masing-masing pemangku kebijakan berdampak luar biasa bagi pengelolaan sanitasi pada lingkungan belajar.

5.      Saran-saran
Seyogyanya proses pembelajaran berbasis lingkungan hidup dengan orientasi pengelolaan kesehatan lingkungan diberi porsi seimbang dengan aspek kognitif. Tabiat dasar manusia yang enggan memedulikan keterbatasan dalam menyediakan kebutuhan hidup diri dan keturunannya menjadi bahaya laten yang bermanifestasi dengan bentuk bom waktu penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pembelajaran berbasis karakter yang mencakup kemampuan siswa untuk bekerjasama, menjunjung tinggi solidaritas, saling tolong-menolong, dan menjaga loyalitas sangat diharapkan terintegrasi dalam setiap sesi transformasi di lingkungan sekolah. Pengembangan kecakapan sosial akan banyak menolong siswa dalam proses kehidupan yang mengharuskan kegiatan interaksi antar manusia sebagai makhluk sosial.  

6.      Kepustakaan

Birawa, A.B.P. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Kesehatan. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.

Fattah, N. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Hayati, S. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Lingkungan Hidup. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.

Jaya, S. 2014. Efektivitas Penurunan BOD Limbah Cair Rumah Tangga Pada Berbagai Median Trickling Filter. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman. Tidak Dipublikasikan.
Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Sumantri E. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Pendidikan Umum. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.

Tilaar. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wikipedia. 2007. Sanitasi. Diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/sanitasi pada tanggal 10 Oktober 2017.