PENGELOLAAN SANITASI DI SEKOLAH DASAR
Biofiltrasi Sumur Endapan dan Cluster Lapangan
Oleh:
Kiftirul
‘Aziz
Staf
Pengajar SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang
1. Latar Belakang
Sanitasi menjadi sebuah keharusan dalam sisi kehidupan
manusia. Segala bentuk aktivitas manusia ditopang oleh sanitasi yang baik. Acapkali
mobilitas suatu elemen masyarakat tetap berjalan meskipun pada sekian banyak
tempat di beberapa wilayah mempunyai sanitasi kurang memadai. Konsekuensinya,
kualitas dari mobilitas tersebut kurang maksimal dan belum tercapainya keseimbangan
antar setiap komponen.
Sanitasi pada Sekolah Dasar Negeri Kedungsari 5 yang menjadi
salah satu sekolah favorit di kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, ini
menjadi masalah laten yang menyita perhatian stakeholder satuan pendidikan tersebut. Hasil observasi dan
wawancara dengan kepala sekolah serta dewan guru, luas lapangan belum memenuhi
standar dan belum tersedianya pengolahan limbah air.
Pengolahan limbah air dalam bentuk ideal dengan saluran
yang menuju sumur-sumur endapan dapat mengurangi permasalahan pembuangan sisa
air bekas pakai warga sekolah. Tempat pengolahan limbah ini dapat diletakkan
pada lahan strategis di lingkungan sekolah yang sekiranya aman serta dapat
mendukung proses filtrasi air kotor menjadi air layak resap.
Pemberlakuan jadwal istirahat kelas atas kelas bawah dengan
menghindari benturan jadwal antar dua sekolah yang berada dalam satu komplek
merupakan alternatif tindakan praktis untuk meminimalisir persoalan yang
berkaitan dengan luas lapangan belum memenuhi standar sanitasi. Hal ini
berkaitan dengan ruang bermain anak yang dibatasi gedung sekolah dan pemukiman
penduduk.
Selain berbiaya murah serta tidak terlampau sulit, tindakan
pembuatan sumur endapan dirasa paling efektif dan tidak mengganggu proses
belajar mengajar. Pembuatan sumur endapan dapat dikelola oleh petugas taman dan
kebersihan sekolah. Kepala sekolah dan dewan guru bisa fokus pada tupoksi
dengan tetap memantau proses pengolahan limbah air tersebut, sehingga, kegiatan
belajar mengajar tidak terganggu dan standar sanitasi dapat tercapai.
Penambahan lahan sekolah, meskipun bukan hal yang mustahil,
namun kecil kemungkinan dapat dilakukan. Selain faktor letak sekolah yang
berada di daerah pemukiman padat penduduk, anggaran besar serta kerjasama
dengan banyak pihak yang terkait akan menguras energi sekolah, alih-alih
memperlancar, dikhawatirkan akan menjadi resisten dalam proses belajar
mengajar. Pemberlakuan jadwal istirahat kelas menjadi solusi yang sesuai untuk
kekurangan lahan bermain sekolah.
Penulisan artikel ilmiah ini dilandasi atas keprihatinan
penulis terhadap sanitasi yang ada di Sekolah Dasar Negeri Kedungsari 5. Dengan
alternatif solusi yang muncul dalam kajian ini, penulis berharap ada perbaikan
sistem sanitasi sehingga pencapaian standar minimal mutu pendidikan dapat
tercapai yang pada akhirnya peningkatan kualitas proses belajar mengajar sampai
pada tahap yang optimal.
Pembahasan dilakukan atas dasar kajian penulis melalui pengamatan/observasi
terhadap objek artikel ilmiah serta wawancara dengan stakeholder internal sekolah. Hasil pengamatan dan wawancara yang
telah dilakukan selanjutnya dibahas dari sudut pandang teoritis sebagai
perbandingan. Tinjauan teoritis sebagai perbandingan dan analisa deskripsi dari
gejala berdasarkan pengamatan merupakan metode pembahasan dalam menarik
kesimpulan.
Hasil dari observasi dan wawancara dengan stakeholder
internal memberikan jalan keluar atas masalah sanitasi yang ada di lingkungan
SD Negeri Kedungsari 5. Solusi muncul melalui proses brainstorming antara penulis dengan stakeholder internal serta
kolaborasi data observasi dengan kajian teori yang memunculkan alternatif
pengolahan limbah cair dan pengaturan jadwal istirahat yang berbiaya murah.
2. Permasalahan
Sanitasi yang kurang memadai perlu disikapi dengan bijak
agar tercapai standar maksimal dengan tujuan mencapai proses pembelajaran yang
baik. Tidak ada sarana pengolahan limbah air berdampak pada kualitas air yang
diserap oleh tanah di sekitar lingkungan sekolah. Dampak dari hal ini adalah
sirkulasi air yang kembali dikonsumsi oleh warga sekolah. Dalam kurun waktu ke
depan, tanah-tanah yang menampung polutan air akan tercemar sehingga
memengaruhi kualitas air tanah yang dihasilkan. Perbandingan yang kurang ideal
antara lebar tempat bermain dan jumlah siswa ditambah dengan status SD komplek
menambah kurangnya ruang gerak siswa di dalam sekolah. Perlu adanya antisipasi
kurang idealnya luas tempat bermain agar tercapai proses pembelajaran yang
efektif. Atas dasar itu, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a.
Apa batasan sanitasi dari tinjauan teori?
b.
Sejauh mana gambaran sanitasi ditinjau dari sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang?
c.
Faktor-faktor internal dan eksternal manakah yang paling
menunjang tercapainya sanitasi yang baik?
d.
Bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan oleh sekolah
dalam memberdayakan sarana dan prasarana untuk mencapai kualitas sanitasi yang
maksimum?
3. Pembahasan
a.
Sanitasi
Sanitasi dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkan serta
menciptakan suatu keadaan yang layak di bidang kesehatan (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2008: 1264). Usaha tersebut dilaksanakan oleh individu maupun
sekelompok manusia yang menghendaki pelaksanaan pola hidup sehat di lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut dilakukan atas dasar pemenuhan kebutuan manusia dalam
bidang kesehatan.
Sanitasi merupakan perilaku yang dilakukan dengan sengaja
dalam pembudayaan hidup bersih dengan tujuan mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran sebagai usaha dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia (Wikipedia, 2017). Budaya hidup bersih menjadi sebuah keharusan untuk
menjaga keberlangsungan hidup manusia serta eksistensi peradaban.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
sanitasi merupakan usaha sadar oleh individu maupun sekelompok manusia dalam
pembudayaan dan menumbuhkan pola hidup bersih sebagai usaha menjaga,
meningkatkan, serta menciptakan keadaan yang layak di bidang kesehatan.
b.
Gambaran Sanitasi Ditinjau dari Sarana dan Prasarana yang Dimiliki
oleh SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang
SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang terletak di jalan A.
Yani nomor 154 Kota Magelang. Berada satu komplek dengan SD Negeri Kedungsari
1. Sebelah timur dibatasi dengan jalan utama Magelang-Semarang. Sebelah barat
dan utara dibatasi pemukiman penduduk. Sebelah selatan jalan penghubung
kelurahan. Sekolah ini memiliki pekarangan dengan luas 246 m² dan memiliki
bangunan dengan luas 975 m². Halaman sekolah dengan luas 925 m² digunakan
bersama dengan SD Negeri Kedungsari 1 yang berada dalam satu komplek.
Dalam jam istirahat pertama, sebanyak 426 siswa SD Negeri
Kedungsari 5 beserta sekitar 189 siswa SD Negeri Kedungsari 1 berada pada zona
waktu dan kegiatan yang sama. Sekitar
600 siswa akan menggunakan lapangan seluas 925 m² dalam waktu yang hampir
bersamaan. Situasi ideal sekolah yang sesuai dengan standar sarana dan
prasarana yaitu memenuhi rasio minimum luas tempat bermain/berolahraga 3 m²/peserta
didik (Permendiknas No 24 Tahun 2007). Dengan lapangan seluas 925 m² dibagi
jumlah siswa sebanyak 600, masing-masing siswa akan mendapat lahan sekitar 1,5
m². Hal ini jauh dari kata ideal ditinjau dari standar sarana dan prasarana.
Di sekeliling kelas dan kantor SD Negeri Kedungsari
terdapat saluran air yang bermuara pada saluran induk di luar sekolah. Saluran
tersebut mengarah ke arah barat di mana daerah tersebut lebih rendah dari
posisi SD Negeri Kedungsari 5 Kota Magelang. Dari sekian banyak saluran
tersebut, belum ada satupun yang mengarah ke sumur endapan di lingkungan
sekolah, dikarenakan sekolah belum menyiapkan sumur endapan sebagai media
pengolahan limbah air. Semua air bekas dibuang langsung menuju saluran tanpa
ada tindakan yang bisa mengubah kualitas air bekas tersebut.
c.
Faktor Internal dan Eksternal Dalam Menunjang Tercapainya
Sanitasi yang Baik
Turun tangan langsung dari seluruh warga sekolah menjadi
faktor internal yang paling menunjang tercapainya sanitasi sekolah yang baik.
Kepedulian setiap warga sekolah merupakan penentu keberlangsungan proses
pembelajaran di sekolah. Kedisiplinan dalam hal waktu istirahat yang dibagi
berdasarkan jenjang kelas dalam rangka pencapaian 3 m²/anak akan berpengaruh
signifikan dalam upaya mencapai program sekolah untuk sanitasi yang baik.
Kepedulian pemangku kebijakan sebagai stakeholder eksternal
merupakan prediktor yang berkonstribusi dengan prosentase terbesar untuk
menunjang tercapainya sanitasi sekolah yang baik. Kerjasama lintas bidang antar
kepala dinas sebagai salah satu stakeholder eksternal dapat membantu sekolah
mengurai masalah peningkatan mutu sanitasi. Sumur endapan dapat terwujud lebih
cepat dengan adanya kerjasama antara dinas pendidikan dan dinas yang
berkecimpung dalam bidang lingkungan hidup maupun kesehatan lingkungan.
Hal ini diperkuat oleh Tilaar (2006: 95) yang menyatakan
bahwa keberhasilan suatu usaha membangun bergantung pada kualitas dari
pelaksana program itu sendiri. Kualitas tersebut tidak hanya dari sisi
kemampuan, akan tetapi kualitas komitmen serta pengikatan diri terhadap tugas
juga menjadi bagian penting dalam usaha pencapaian tujuan dengan pelaksanaan
program yang sesuai rencana.
d.
Upaya Sekolah Dalam Memberdayakan Sarana dan Prasarana
Untuk Mencapai Kualitas Sanitasi yang Maksimum
1)
Pengolahan Limbah Air
Perlu adanya sumur buatan untuk
mengendapkan limbah cair sebagai upaya tindakan mengolah sisa air yang
dihasilkan selama kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anggaran yang terlalu
besar dapat disikapi dengan pembuatan sumur endapan alternatif berbiaya murah
melalui modifikasi botol air mineral bekas berbantuan pasir, kerikil, kain, dan
arang yang dinamakan botol penyaringan. Botol-botol tersebut diletakkan di
dalam sumur-sumur endapan yang telah disiapkan pada titik-titik strategis dalam
lingkungan sekolah.
Media botol air mineral bekas berbantuan
pasir, kerikil, kain, dan arang diharapkan dapat menjadi media dan lingkungan
yang optimal bagi bakteri dari golongan pengurai amonia. Bakteri ini akan
membantu mengurangi amonia (senyawa yang dapat merusak kesehatan) dari dalam
air. Modifikasi filter biologi diharapkan mampu menjadi solusi baik bagi sistem
sanitasi lubang resapan maupun sanitasi sumur endapan.
Pendapat ini diperkuat oleh Soeparman
(dalam Jaya, 2014) yang menyatakan bahwa biofiltrasi dengan memanfaatkan
kemampuan biologis dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah cair. Filter
biologi lebih ramah lingkungan serta lebih murah dibandingkan dengan filter
buatan pabrik. Sebelum memasuki sumur endapan, limbah cair akan melalui
biofiltrasi yang akan berdampak peningkatan kualitas air.
2)
Luas Lapangan Bermain
Pelaksanaan program pembagian waktu
istirahat bagi kelas rendah dan kelas tinggi (cluster lapangan) yang berlaku sama bagi kedua sekolah dalam satu
komplek dibutuhkan kerjasama antar kepala satuan pendidikan. SD Negeri
Kedungsari 1 dan SD Negeri Kedungsari 5 membuat komitmen bersama sehingga,
rasio minimum luas tempat bermain/berolahraga 3 m²/peserta didik dapat
tercapai. Hal tersebut berdasarkan dengan data luas lapangan 925 m² dibagi
jumlah siswa sebanyak 300 sehingga, masing-masing siswa pada masing-masing
kelompok istirahat mendapatkan 3,08 m².
Untuk mendukung program tersebut, SD
Negeri Kedungsari 5 dapat menggeser jam literasi bagi kelas tinggi yang biasanya
dilaksanakan pada 15 menit sebelum pembelajaran menjadi 15 menit ketika kelas
rendah melaksanakan kegiatan istirahat. Hal ini didukung dengan komitmen guru dan
siswa dalam melaksanakan program sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
4. Kesimpulan
Turun tangan langsung dari seluruh warga sekolah dan
kepedulian pemangku kebijakan sebagai stakeholder eksternal menjadi penopang
sekolah dalam mencapai sistem sanitasi yang baik. Harmonisasi antar elemen
sekolah merupakan garansi bagi terpenuhinya setiap indikator sanitasi dalam
lingkungan belajar sebagai pendukung terlaksananya proses transformasi. Munculnya
jiwa kepemimpinan dari masing-masing stakeholder yang bersedia turun tangan
akan berdampak positif bagi ruang lingkup sanitasi di sekolah.
Sejalan dengan pendapat Fattah (2006: 91) yang menyatakan
bahwa kekuatan pimpinan, kekuatan bawahan, dan kekuatan situasi menjadi
perpaduan serasi dalam meraih gaya kepemimpinan yang baik. Gaya kepemimpinan
yang baik tidak hanya mampu mengkritik dan memuji, namun gaya kepemimpinan
ideal lebih tertuju pada gerakan turun tangan langsung dari seluruh pemimpin di
pos masing-masing.
Sumur buatan untuk mengendapkan limbah cair dengan media
botol air mineral bekas berbantuan pasir, kerikil, kain, dan arang diharapkan
menjadi filter biologis yang mampu mengurangi kadar amonia dari air sisa yang
dihasilkan selama proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. Proses biofiltrasi
menjadi penentu kualitas air di sekitar lingkungan sekolah. Semakin banyak
filter biologis dibuat diharapkan akan memperbaiki kualitas air dalam siklus
hidrologi.
Pemanfaatan barang bekas akan menjadi inspirasi bagi siswa
bahwasanya proses modifikasi dapat menghasilkan produk baru yang hasilnya bisa
menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini akan memberikan pengalaman hidup
bagi siswa sebagai upaya penanaman konsep belajar sepanjang hayat. Dalam proses
transformasi di sekolah, siswa diarahkan untuk memelajari pembelajaran berbasis
kecakapan hidup yang pada akhirnya nanti menjadi bekal bagi siswa tersebut
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai warga Negara yang baik.
Sejalan dengan Birawa (2007: 279) yang menyatakan bahwa pendidikan
kesehatan bertujuan untuk memberikan pengalaman bagi siswa sehingga siswa dapat
menerapkannya dalam siklus hidup siswa yang bersangkutan dengan pemanfaatan
ilmu semaksimal mungkin. Pengalaman siswa dalam proses belajarnya akan banyak
memberikan konstribusi yang signifikan pada kehidupan siswa di masa yang akan datang.
Pengalaman yang berkesan merupakan salah satu prediktor dalam peningkatan mutu
sudut pandang siswa terhadap suatu masalah.
Diperkuat oleh Hayati (2007: 410) yang menyatakan bahwa
strategi penerapan pendidikan lingkungan dikembangkan dengan berawal dari
orientasi pengembangan pribadi menuju orientasi pada kehidupan dan alam pekerjaan.
Pengembangan pribadi siswa melalui pengalaman yang berkesan berorientasi
kepedulian terhadap kesehatan lingkungan merupakan cikal bakal kemampuan siswa
berinteraksi dengan lingkungan pekerjaannya. Pemanfaatan sumber daya alam dalam
pendidikan lingkungan hidup dengan pengolahan barang bekas menjadi produk yang
berguna menjadi instrument efektif dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan berbasis
produksi dan pengelolaan limbah.
Pelaksanaan program pembagian waktu istirahat bagi kelas
rendah dan kelas tinggi tidak akan berjalan sesuai perencanan apabila kerjasama
dan solidaritas antar guru dan siswa kurang terjalin dengan baik. Adanya sikap
tolong menolong dengan menghargai waktu melalui pelaksanaan program pembagian
waktu istirahat sesuai jadwal akan menunjukkan tinggi rendahnya loyalitas
stakeholder terhadap perkembangan sekolah menuju kualitas yang lebih baik.
Senada dengan Sumantri (2007: 262) yang menyatakan bahwa
kerjasama, solidaritas, tolong-menolong, dan loyalitas menjadi konsep yang
perlu dijunjung untuk mencapai kualitas hidup lebih baik dari hari kemarin.
Penerapan konsep kerjasama dan saling membantu antar posisi stakeholder akan
mengambil posisi terdepan dalam perwujudan sistem sanitasi yang baik dalam
lingkungan sekolah. Loyalitas tanpa batas diiringi motivasi berprestasi
masing-masing pemangku kebijakan berdampak luar biasa bagi pengelolaan sanitasi
pada lingkungan belajar.
5. Saran-saran
Seyogyanya proses pembelajaran berbasis lingkungan hidup
dengan orientasi pengelolaan kesehatan lingkungan diberi porsi seimbang dengan
aspek kognitif. Tabiat dasar manusia yang enggan memedulikan keterbatasan dalam
menyediakan kebutuhan hidup diri dan keturunannya menjadi bahaya laten yang
bermanifestasi dengan bentuk bom waktu penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pembelajaran berbasis karakter yang mencakup kemampuan
siswa untuk bekerjasama, menjunjung tinggi solidaritas, saling tolong-menolong,
dan menjaga loyalitas sangat diharapkan terintegrasi dalam setiap sesi
transformasi di lingkungan sekolah. Pengembangan kecakapan sosial akan banyak
menolong siswa dalam proses kehidupan yang mengharuskan kegiatan interaksi antar
manusia sebagai makhluk sosial.
6. Kepustakaan
Birawa, A.B.P. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan: Pendidikan Kesehatan. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Fattah, N. 2006.
Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Hayati, S. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan: Pendidikan Lingkungan Hidup. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Jaya, S. 2014. Efektivitas Penurunan BOD
Limbah Cair Rumah Tangga Pada Berbagai Median Trickling Filter. Skripsi.
Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman. Tidak Dipublikasikan.
Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang
Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Sumantri E. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan: Pendidikan Umum. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Tilaar. 2006. Manajemen Pendidikan
Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wikipedia. 2007. Sanitasi. Diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/sanitasi pada tanggal 10 Oktober 2017.